Tradisi Lilin yang Menyatukan Liturgi Katolik dan Perayaan Imlek

Facebooktwitteryoutubeinstagramby feather

Di dalam Gereja Katolik ternyata masih terdengar suara sumbang terkait Misa Imlek. Walau sangat sedikit, tetapi hal ini membuat saya tergugah untuk merenungkannya. Terlebih, setelah saya merayakan Misa Lilin dengan dekorasi Imlek di Katedral Bogor, Jawa Barat.

Sabtu, 1 Februari 2025 dipersembahkan untuk Misa Imlek di Katedral Bogor. Tak heran, gereja dihias serba merah. Ada banyak ornamen khas Imlek yang membuat suasana hari itu tampak berbeda. Saat misa dimulai, saya kembali dibuat kaget karena ada ritus tak biasa.

Di dekat pintu masuk gereja, ada RD Paulus Haruno sebagai selebran utama didampingi RD. Marselinus Wisnu Wardhana. Mereka menghadap meja yang di atasnya ada 15 lilin yang mewakili jumlah wilayah di Paroki Katedral Bogor. Setelah memimpin doa, Romo Haruno menghidupkan lilin, mendupai dan mereciki air.

Di situlah saya tahu, ritus yang tak biasa itu disebut Misa Lilin atau Candlemas. Ritus ini merupakan bagian dari perayaan Pesta Yesus Dipersembahkan di Kenisah. Menilik sejarah, pesta ini sudah ada sejak abad ke-5 di kota Yerusalem yang menjadi bagian dari Ritus Timur. Baru pada abad ke-6 diperluas ke seluruh Gereja Barat. Di Roma pesta ini dirayakan dengan nada pertobatan, sedangkan di Perancis dengan pemberkatan meriah dan perarakan lilin, sehingga sekarang masih dikenal sebagai “Misa Terang.” Sejak tahun 1960 perayaan ini ditetapkan sebagai “Pesta Tuhan”, sebelumnya dikenal dengan “Pesta Maria”.  

Baca Juga: Bangga Menjadi Katolik (8): Agama Terbuka yang Menerima LGBT dan Tato

Pesta Yesus Dipersembahkan di Kenisah dirayakan pada 2 Februari atau hari ke-40 sesudah kelahiran-Nya. Hal ini selaras dengan Hukum Taurat, Yesus sebagai anak laki-laki sulung wajib dipersembahkan ke Bait Allah. Di saat itulah, Simeon yang lanjut usia berkata menyebut Yesus sebagai terang yang telah lama dinantikan kedatangannya, “terang yang menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel” (Luk 2:32).

Peristiwa ini menjadi salah satu dasar tradisi Misa Lilin. Gereja mengadakan pemberkatan dan perarakan lilin untuk menyambut dan menghormati Yesus yang “datang ke kenisah-Nya sebagai Terang bagi bangsa-bangsa.”

Saat kita mengikuti Misa Lilin, kita kembali diingatkan bahwa Natal yang baru saja kita rayakan merupakan simbol kehadiran Yesus sebagai Terang Sejati, yang menyinari hidup kita dan dunia. Kita bersama-sama berharap, terang-Nya itu tinggal di dalam diri kita. Kita bersatu dengan-Nya, dan secara terbuka mempersembahkan diri kita sebagai kurban kepada Tuhan. Ini menjadi momen yang penting bagi kita semua untuk menyadari panggilan kita sebagai murid Yesus yang diutus menjadi terang di tengah-tengah kehidupan kita.

Maka, umat umumnya membawa lilin dari rumah untuk diberkati pada Misa. Lalu lilin itu kita bawa pulang untuk keperluan devosi di rumah, baik untuk doa pribadi, doa bersama dalam keluarga, atau doa saat sembayangan linkungan dan wilayah. Harapannya kita mengambil bagian dalam sinar kebahagiaan surgawi yang tak pernah padam. Sayangnya, dalam Misa Lilin di Katedral Bogor tidak ada ritus pemberkatan lilin yang dibawa oleh umat.

Lilin Imlek

Tahun ini Tahun Baru imlek jatuh pada hari Rabu, 29 Januari 2025. Gereja memberi tempat spesial di hari ini dengan menghadirkan Misa Imlek. Ada Paroki yang mengadakan Misa Imlek bertepatan dengan Tahun Baru Imlek. Ada juga setelahnya seperti yang dilakukan oleh Gereja Katedral Bogor.  

Salah satu momen khas di hari spesial masyarakat Tionghoa adalah selama perayaan Imlek, lilin-lilin di Klenteng harus terus menyala. Warnanya pun sangat mencolok, semua warna merah walau ukurannya berbeda-beda. Hal yang menarik, lilin di Klenteng dibawa oleh umat bukan disediakan pengurus Klenteng.

Menurut Sekretaris Yayasan Klenteng Eng An Kiong di Malang, Rudy Phan mengatakan, seseorang biasanya membeli lilin sembayang ini sebagai wujud doa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selama menjalani kehidupan selalu diterangi oleh karunia Tuhan. “Jadi ini ibarat pencerahan hidup. Harapan agar hidupnya selalu diterangi. Jadi apa yang dicita-citakan itu bisa tercapai,” ungkapnya seperti diberitakan Timesindonesia.co.id.

Lilin yang menyala melambangkan permohonan untuk mendapatkan rezeki dan penerangan di dunia serta di akhirat. Kehadiran lilin merah di rumah atau tempat ibadah menciptakan suasana yang hangat dan penuh harapan bagi keluarga yang merayakannya.

Di kesempatan yang sama, Humas Yayasan Klenteng Eng An Kiong, Bonag Antin Triyono menambahkan, lilin sembayang tersebut merupakan tradisi dari Tiongkok yang telah berlangsung berabad-abad lamanya.

Baca Juga: Bangga Menjadi Katolik (7): Kedatangan Paus Seperti Sedang Menerapkan Pancasila

“Lilin itu adalah cara kami untuk berterimakasih terhadap karunia Tuhan Yang Maha Esa. Yang telah mengaruniai cahaya kepada manusia berupa matahari,” katanya.

Warna merah pada lilin, juga pada banyak ornamen Imlek, juga punya makna khusus. Imlek adalah perayaan musim semi, musim panen, momen penuh suka cita. Warna merah merupakan lambang petir yang hadir di tengah hujan, pertanda bahagia karena memasuki masa panen. Masyarakat Tionghoa meyakini, warna merah bukan hanya simbol keberuntungan, tetapi juga simbol harapan dan kerja keras yang membuahkan hasil.

Ada mitologi yang terkait simbol warna merah. Konon ada makhluk buas bernama Nian, yang meneror masyarakat di hari Imlek. Makhluk ini takut pada 3 hal, yakni api, kebisingan, dan warna merah. Tiga hal yang umum kita temui dan rasakan di perayaan Tahun Baru Imlek. Maka warna merah juga melambangkan perlindungan dari bahaya dan maut.

View this post on Instagram

A post shared by Berita Umat | Komsos Katedral (@beritaumat)

Tradisi yang Memperkaya

Misa Lilin untuk memperingati Yesus Dipersembahkan di Kenisah dan Misa Imlek untuk memperingati Tahun Baru Imlek adalah dua tradisi yang punya akar yang sangat kuat di tengah umat. Sebagai manusia yang terikat oleh ruang dan waktu, tentu kita tak bisa lari dari tradisi. Gereja pun memberi tempat yang sangat istimewa pada tradisi.

Bahkan, tradisi menjadi salah satu sumber wahyu Allah selain Kitab Suci dan Magisterium Gereja. Ketiga unsur ini merupakan pilar kebenaran iman Katolik. Tradisi yang berakar dari kata Latin “traditio” punya arti dalam konteks Gereja adalah meneruskan ajarah Yesus dari generasi ke generasi. Tuhan sendiri yang menghendaki supaya tradisi diteruskan supaya semua orang di seluruh penjuru dunia mengenal diri-Nya dan diselamatkan (bdk. Mat 28:19-20; Kis 1:8). Para Rasul menjalankan perintah itu dengan 2 cara, yaitu melalui perwataan tertulis yakni dalam bentuk Kitab Suci dan perwataan lisan atau tidak tertulis yang kita kenal sebagai tradisi.  

Baca Juga: Bangga Menjadi Katolik (6): Memaknai Hijrah dalam Gereja Katolik!

Lilin yang menyala di Misa Lilin di tengah ornamen Tahun Baru imlek punya makna selaras dengan nyala lilin di tiap Klenteng dan Vihara. Umat yang merayakan di tempat ibadah itu sama-sama punya harapan bahwa hidup mereka semakin dengan Tuhan yang Maha Esa. Kedekatan itu dilambangkan dengan ambil bagian dalam diri Sang Terang, baik di dalam doa maupun dalam hidup sehari-hari. Muara dari kedekatan itu adalah hidup yang bahagia, memberi berkat bagi orang lain, dan berharap selalu dalam perlindungan dari Dia yang Maha Kuasa.

Sikap ambil bagian itu sangat jelas ditunjukkan dengan kita yang membawa lilin ke tempat ibadah, baik ke Gereja, Klenteng, atau Vihara. Sikap membawa lilin menunjukkan kita yang aktif, bergerak, penuh kesadaran untuk memberikan diri kepada Sang Pencipta. Konsekuensinya, saat pulang kita pun harus sadar akan perutusan kita untuk menjadi terang itu sendiri di tengah hidup sehari-hari.

Maka, masih mau ikutan sumbang dengan Misa Imlek? Masih tetap mau mempertentangkan hidup beragama dengan tradisi?

Facebooktwitterby feather
wawan
Pribadi sederhana yang ingin terus belajar di bidang komunikasi. Dimulai dari menulis, fotografi, media relations, kadang-kadang menggambar, sampai mengadakan acara komunikasi seperti berbagai lomba dan pelatihan jurnalistik/ fotografi.
https://www.fransalchemist.com

Leave a Reply