Alchemist adalah rumah bagi idealisme, kreativitas, dan inovasi. Tiga unsur ini sedikit banyak mewakili semangat yang ingin dibangun oleh Agung Setiawan bersama isterinya Sari Redjeki. Sebagai orang yang bekerja di dunia komunikasi yang sangat fleksibel, kami merasa perlu untuk memegang teguh idealisme, mengembangkan kreativitas, dan terus berinovasi dalam berbagai produk komunikasi.

Website Alchemist berisi ragam karya kami dalam bidang komunikasi. Tidak semuanya terekam. Tetapi inilah wajah kami, yang secara sederhana ingin berbagi. Sungguh menggelikan rasanya, jika mengaku bekerja di dunia komunikasi tetapi tidak ada wujud untuk berbagi secara luas.

Menulis! Itulah karya pertama yang kami bagikan. Sebisa mungkin, beragam karya tulis yang telah kami buat dan diterbitkan oleh klien, dapat dibagikan di sini. Kedua adalah public relations khususnya dalam bidang media relations.

Menarik bagi kami, kedua bidang komunikasi di atas dikembangkan dan berhasil menurunkan produk baru. Dari menulis turun ke fotografi, yang hasilnya kerap mendukung karya tulis, atau bahkan berdiri mandiri sebagai sebuah entitas. Dari karya foto berkembang membuat event penyelenggaraan lomba foto (tiap tahun sejak 2012) dan kini masuk ke workshop fotografi dan menulis jurnalistik (mulai 2015).

Bidang media relations pun berkembang. Mulai tahun 2015, kami mulai mengembangkan media monitoring and analysis. Jika selama ini produk media monitoring dilakukan dalam bentuk media clipping dan media tracking, kini kami masuk ke media content analysis. Media content analysis atau analisis isi yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman struktur makna sebuah teks secara konsisten, biasanya dipakai untuk analisis teks dalam media.

Produk komunikasi berikutnya agak “melenceng.” Walaupun awalnya menekuni dunia menulis dan public relations, namun semesta mengarahkan kami pada seni komunikasi booth constructions. Jika diperhatikan, karya pertama menjadi landasan untuk karya berikutnya, tanggung jawab pun terus berkembang mengikuti karya yang semakin kompleks. Proses ini penting, karena klien terkadang tidak hanya meminta dibangunkan stan, tetapi juga mendatangkan wartawan karena narasumber utama akan mengunjungi stannya. Di sini kemampuan menulis, fotografi, media relations bergerak dengan sendirinya.

Lalu apa hubungannya kami dengan Alchemist? Kami ingin seperti Sang Alchemist, yakni orang yang mempelajari tentang alkimia. Dari Wikipedia didapatkan bahwa kata alkimia berasal dari Bahasa Arab al-kimiya atau al-khimiya (الكيمياء atau الخيمياء), yang mungkin dibentuk dari partikel al- dan kata Bahasa Yunani khumeia (χυμεία) yang berarti “mencetak bersama”, “menuangkan bersama”, “melebur”, “aloy”, dan lain-lain (dari khumatos, “yang dituangkan, batang logam”).

Konon, Sang Alchemist (sejak zaman sebelum masehi) berusaha meleburkan atau mencampurkan dua unsur atau lebih untuk mengubah logam menjadi emas (philosopher’s stone) dan membuat ramuan abadi (grand elixir of immortality).

Emas dipilih karena dari dulu menjadi lambang kesempurnaan atau ketinggian tertinggi eksistensi. Kami merefleksikan, para alchemist awali tidak mengenal Tuhan tetapi sudah mulai meraba untuk mencari tahu asal muasal dari alam semesta beserta isinya. Pasti ada sesuatu yang sempurna yang mengawali semuanya.

Usaha untuk mencari kesempurnaan ini menggunakan berbagai pendekatan ilmiah, bisa dipertanggungjawabkan, dan rasional. Inilah yang menjadi cikal bakal filsafat. Sayangnya usaha ini tampak sia-sia. Sang Alchemist tidak mampu masuk lebih jauh dari penalaran, tidak sampai pada kesempurnaan, tetapi tetap tahu bahwa Kesempurnaan itu ada. Inilah yang diyakini sebagai cikal bakal dari usaha mengeksplorasi teologi.

Bagi kami, Sang Alchemist mengajak kami untuk terus mengejar kesempurnaan dalam hidup dengan berakar pada filsafat dan teologi. Filsafat adalah segala sesuatu yang bisa diraba (fisika), sedangkan teologi kebalikannya yakni menyentuh apa yang tidak bisa diraba (metafisika). Artinya, kami terpacu untuk mengejar kesempurnaan dengan mengembangkan talenta yang ada, tapi ketika pada satu titik kami tidak mampu maka kami diingatkan bahwa kesempurnaan itu hanya melekat pada Dia. Itulah tanda di mana kami harus sadar diri, rendah hati, bersujud syukur, dan kembali membumi untuk terus berkarya.

Mengejar kesempurnaan harus memiliki kekuatan, motivasi , dan energi. Sang Alchemist, sebuah novel karangan Paulo Coelho memberikan letak kekuatan tersebut pada kami. Novel yang terbit tahun 1988 itu mengisahkan pengembala domba bernama Santiago yang mengejar mimpi untuk  mendapat harga karun.

Santiago dipandu oleh Sang Alchemist berkelana ke banyak daerah. Ada banyak tantangan yang mengaduk perasaan, emosi, fisik di setiap perjalanan yang dilakukan Santiago. “Katakan pada hatimu, rasa takut akan penderitaan justru lebih menyiksa daripada penderitaan itu sendiri, dan tak ada hati yang menderita saat mengejar impian-impiannya, sebab setiap detik pencarian itu bisa diibaratkan pertemuan dengan Tuhan dan keabadian,” tutur Sang Alchemist.

Di akhir kisah, Santiago menemukan harga karun yang dia impi-impikan. Harta karun berupa jati diri dan cinta sejatinya itu, ternyata ada di bawah pohon sycamore di kampung halamannya!

Semoga Website Alchemist ini menjadi rumah yang menyimpan harta karun kami. Sebuah bingkai jati diri dan cinta sejati. Di sinilah tempat merekam berbagai usaha kami mengejar kesempurnaan, mengembangkan talenta sekaligus bersimpuh pada yang memberi talenta.