





Paus Fransiskus meninggal, mewarisi kenangan tak berujung bagi umat Katolik Indonesia. Baik jika KWI “menghadirkan kembali” sosok Paus.
Gereja Katolik diwakili oleh Kardinal Kevin Joseph Farrell mengumumkan kematian pemimpin umat Katolik sedunia itu pada Senin, 21 April 2025 pada pukul 7:35 pagi ini (waktu setempat), di kediamannya di Casa Santa Marta, Vatikan.
“Seluruh hidupnya didedikasikan untuk melayani Tuhan dan Gereja-Nya. Dia mengajarkan kita untuk menghayati nilai-nilai Injil dengan kesetiaan, keberanian, dan cinta universal, terutama bagi mereka yang paling miskin dan terpinggirkan,” kata Kardinal Farrell yang menjabat sebagai Camerlengo atau Kepala Rumah Tangga Kepausan.
Baca Juga: The Last Supper, Film Tentang Siapa Diri Kita
“Dengan rasa syukur yang tak terhingga atas teladannya sebagai murid sejati Tuhan Yesus, kami mempercayakan jiwa Paus Fransiskus kepada cinta kasih belas kasihan tak terbatas dari Allah Tritunggal,” tambahnya.
Sehari sebelum kematiannya, Paus bernama asli Jorge Mario Bergoglio itu sempat muncul di Lapangan Santo Petrus untuk mengucapkan “Selamat Paskah” kepada ribuan umat Katolik. Kondisi Paus saat itu masih menyiratkan kepayahan. Terlebih, dalam beberapa bulan terakhir kondisi kesehatannya memburuk.
Pada 14 Februari 2025, Paus kelahiran 17 Desember 1936 di Buenos Aires, Argentina itu dibawa ke Rumah Sakit Agostino, Roma. Pihak Gereja mengumumkan bahwa Paus dirawat karena pneumonia di kedua paru-parunya. Setiap hari, Gereja mengumumkan perkembangan kesehatannya. Setelah 38 hari di rumah sakit, mendiang Paus kembali ke kediamannya di Vatikan di Casa Santa Marta untuk melanjutkan pemulihannya.

Sebelum menghembuskan napas terakhirnya, Paus yang terpilih dalam konklaf 13 Maret 2013 itu berpesan, “Tidak ada perdamaian tanpa kebebasan beragama, berpikir, dan berekspresi,” yang disampaikan pada saat perayaan Paskah, Minggu, 20 April 2025. Pesan itu dibacakan ajudannya.
Pesan perdamaian menjadi salah satu hal yang juga dibawa oleh Paus Gereja Katolik ke-266 itu saat datang ke Indonesia. Paus Fransiskus menyapa umat Katolik di Indonesia pada tanggal 3-6 September 2024. Kunjungan ini merupakan bagian dari perjalanan apostolik Paus ke Asia Pasifik.
Agenda Paus begitu padat, namun satu hal yang mendapat perhatian luas adalah pertemuannya dengan pemuka agama Islam, Hindu, Budha, dan Konghucu. Peristiwa langka yang tak mudah dilupakan banyak orang adalah saat Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof. KH Nasaruddin Umar mencium kening Paus Fransiskus sebagai tanda penghormatan dan kasih persaudaraan. Sebagai balasan, Paus Fransiskus mencium tangan Imam Nasaruddin Umar, sebuah gestur yang mencerminkan saling menghormati dan kedekatan lintas iman. Momen yang terjadi pada 5 September 2024 itu dijadikan highlight akun Instagram @vaticannews di album kunjungan Paus ke Indonesia.
Baca Juga: Film Conclave: Sebuah Syiar Iman Katolik Sambut Prapaskah
Tidak banyak yang diucapkan tetapi tindakan sederhana itu menunjukkan cinta kasih, perdamaian, dan solidaritas lintas agama yang digaungkan oleh Paus Fransiskus. Peristiwa ini juga semakin menegaskan betapa kuatnya semangat toleransi di Indonesia yang penduduk Muslimnya adalah yang terbesar di dunia.
Lebih dari itu, kedatangan Paus untuk menggemakan secara lebih dekat kepedulian terhadap lingkungan, kesetaraan sosial, dan tanggung jawab moral satu napas dengan ajarannya ensiklik Laudato Si’ dan Fratelli Tutti.
Pesannya tampak berat, bahasanya pun begitu tinggi, namun mampu menggerakkan banyak orang, terutama kaum muda. Kuncinya adalah pesan-pesan tersebut disampaikan secara sederhana, melalui contoh hidup yang kongkret. Lihatlah bagaimana jam tangan plastik Paus menjadi viral. Hal ini mengetuk generasi muda untuk menyadari perannya dan tergugah untuk berbuat sesuatu di tengah dunia yang semakin mengkhawatirkan.

Secara tidak sadar, kehadirkan Paus menjadi pertemuan yang mengubah hidup. Dalam misa bersama di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), umat yang bertemu dengan saudara seiman dari seluruh Indonesia terketuk secara spiritual. Ada panggilan untuk kembali ke jalan kesederhanaan, cinta kasih, kerendahan hati dan saling melayani. Banyak di antara kita untuk memperbaiki hidup, relasi, dan aktif dalam pelayanan. Bahkan tidak sedikit yang kembali ke pangkuan Bunda Gereja.
Kehadiran Paus membuat banyak orang mempertanyakan, “Siapa itu Paus,” “Apa itu Katolik,” “Apa Bedanya Katolik sama Kristen,” dan banyak pertanyaan lainnya. Kehadiran Katolik tidak boleh sebatas agama di KTP, tetapi harus menjadi terang dan garam dunia melalui hidup berintegritas. Jangan sampai nama baptis terkenal saat disematkan pada terdakwa kasus kriminal, terlebih koruptor.
Panggilan untuk KWI
Banyak pihak, bahkan dari kalangan umat Katolik, tak mengira dampak yang diberikan dari kehadiran Paus. Apalagi jika kita melihat fakta, bahwa umat Katolik di Indonesia menurut data Kementerian Dalam Negeri, terdapat 8.596.545 penduduk beragama Katolik di Indonesia pada Februari 2024. Artinya, umat yang dimpimpin oleh Paus ini hanya 3,1 persen dari 280,7 juta seluruh penduduk Indonesia.
Melansir dari situs GCatholic.org, umat Katolik Indonesia tersebar ke dalam 38 keuskupan. Dari jumlah itu, wilayah pelayanan Gereja Katolik dibagi lagi ke dalam 1.472 paroki dan 8.610 pusat karya misi, serta 383 pos layanan lainnya. Hingga tahun 2021, terdapat 47 uskup dan 5.773 imam yang menjadi gembala bagi jemaat Gereja Katolik di Indonesia.
Baca Juga: Bangga Menjadi Katolik (8): Agama Terbuka yang Menerima LGBT dan Tato
Dampak kehadiran Paus di Indonesia merupakan buah dari ajaran Santo Ignatius, pendiri Serikat Yesus (SJ atau Jesuit). Santo Ignatius sering mengajak para Jesuit untuk “menjadi segalanya bagi semua orang” (“to be all things to all people”) demi menyelamatkan jiwa. Maka, ketika iman dipertanyakan, jawaban paling kuat adalah hidup yang mencerminkan kasih Kristus, bukan hanya kata-kata. Sebagai seorang Jesuit, tentu mendiang Paus Fransiskus mengamini bahwa kesaksian hidup jauh lebih kuat daripada argumen verbal.
Saya berpikir, roh kehadiran Paus harus dihadirkan kembali oleh Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). KWI harus membuka diri secara luas dan menegaskan bahwa Gereja adalah “rumah bagi orang berdosa, bukan klub untuk orang suci.” Sebuah pesan yang disampaikan oleh Paus Fransiskus. Supaya banyak orang, khususnya mereka yang merasa berdosa dan tersingkir tak sungkan untuk masuk dalam Gereja-Nya.
Dari sekian banyak umat Katolik, hanya berapa yang tahu apa itu KWI, apa perannya di Indonesia dan bagi umat Katolik, apa pengaruhnya KWI untuk perkembangan umat? Saya membayangkan KWI bisa mengulang kehadiran Paus Fransiskus dalam sebuah misa bersama yang dihadiri oleh perwakilan semua umat Katolik dari seluruh Indonesia.

Momen yang dipakai adalah salah satu dari Sidang KWI yang umumnya diselenggarakan dua kali setahun, yaitu pada bulan Mei dan November. Tidak harus sebesar saat misa bersama Paus Fransiskus di GBK tetapi hasil rapat KWI bisa langsung disampaikan ke akar rumput. Setidaknya setahun sekali umat Katolik diberi energi baru oleh para pemimpinnya. Energi yang sama didapat saat ikut merayakan misa yang dipimpin Paus Fransiskus saat datang ke Indonesia.
Misa tersebut tidak usah mewah, megah, atau sampai jatuh pada kesombongan rohani toh Paus Fransiskus diterima karena kesederhanaanya. Pesannya menggugah karena disampaikan oleh hidupnya yang sederhana. Apalagi, pesan kesederhanaan kembali disampaikan mendiang Paus seperti disampaikan Uskup Agung Diego Ravelli.
Baca Juga: Bangga Menjadi Katolik (7): Kedatangan Paus Seperti Sedang Menerapkan Pancasila
Menurut Pemimpin Perayaan Liturgi Kepausan dan Penanggung Jawab Liturgi untuk Basilika Santo Petrus di Vatikan itu, mendiang Paus Fransiskus telah meminta agar upacara pemakaman disederhanakan dan difokuskan pada ekspresi iman Gereja terhadap Tubuh Kristus yang Bangkit. “Ritus yang diperbarui (yang) berusaha untuk lebih menekankan bahwa pemakaman Uskup Roma adalah pemakaman seorang murid Kristus, bukan pemakaman orang berkuasa di dunia ini,” kata Uskup Ravelli.
Untuk menyegarkan kembali pesan mendiang Paus, “Dengan dibimbing oleh sabda Tuhan, saya mendorong Anda semua untuk menaburkan kasih, dengan penuh keyakinan menempuh jalan dialog, terus memperlihatkan kebaikan budi dan hati dengan senyum khas yang membedakan Anda untuk menjadi pembangun persatuan dan perdamaian. Dengan demikian, Anda akan menyebarkan aroma harapan di sekeliling Anda.Ini adalah keinginan yang diungkapkan baru-baru ini oleh Uskup-Uskup Indonesia dan saya juga ingin untuk melibatkan seluruh umat Indonesia: berjalanlah bersama untuk kebaikan Gereja dan masyarakat!” papar Paus Fransiskus dalam homilinya di Misa Akbar di Stadion GBK, 6 September 2024, yang dihadiri lebih dari 80.000 umat Katolik dari seluruh Indonesia.
Marilah KWI berjalan bersama umat dan masyarakat, kami menantikannya!
*Artikel ini juga tayang di Kompasiana.


