





Dalam sebuah perusahaan, karyawan adalah komponen berharga. Masing-masing karyawan, dengan posisi dan perannya masing-masing, memberi andil dalam pergerakan roda bisnis perusahaan. Memang perusahaan tidak akan langsung limbung saat salah satu atau beberapa karyawan hengkang. Apalagi jika posisi yang dipegang oleh mereka tidak signifikan. Namun ceritanya akan berbeda jika perusahaan ditinggal oleh karyawan terbaik yang memegang peran kunci.
Karyawan terbaik bisa dibilang aset berharga karena mampu memberi kontribusi bahkan jaminan bahwa perusahaan dapat bertumbuh kembang. Karyawan ini bisa dibilang menjadi mitra owner atau pimpinan perusahaan dalam menjalankan perusahaan. Namun jangan lupa, karyawan walaupun berkaliber terbaik tetap saja seorang manusia biasa. Ia selalu memiliki potensi untuk hengkang atau resign jika ada faktor-faktor di sekitarnya yang dianggap tidak ideal.
Memang ada sebagian orang memegang falsafah, “mati satu tumbuh seribu.” Begitu pula kalau ada satu karyawan terbaik hengkang, pasti suatu saat akan mendapatkan gantinya yang sepadan. Saya setuju sekali dengan pandangan ini, tetapi berdasarkan pengalaman mencari karyawan sesuai kualifikasi saja susah, apalagi bisa mendapatkan seorang karyawan yang berpotensi menjadi yang terbaik di perusahaan.
Kata “terbaik” di sini tentu masih abstrak. Saya secara subyektif akan menjabarkan siapa karyawan yang pantas dihargai sebagai yang terbaik. 1). Produktif. Ia tidak hanya menjalankan tugasnya dengan baik tetapi juga produktif yakni mampu mensubsidi gaji karyawan lain. Umumnya karyawan seperti ini memiliki kecepatan kerja yang tinggi dan/ atau memiliki lebih dari satu kemampuan. Ambil contoh, satu karyawan bisa membuat 1 gambar desain 3D dalam 1 hari, tapi karyawan terbaik bisa mengerjakan 3 sampai 4 gambar untuk klien berbeda.
2). Berorientasi pada target. Karyawan terbaik memikirkan target yang ingin ia capai dalam pekerjaan, baik itu target pribadi maupun target pribadi yang diselaraskan dengan target perusahaan. 3). Memiliki motivasi tinggi. Karyawan terbaik memiliki passion pada pekerjaannya dan mengerahkan segala kemampuan untuk mencapai level terbaik. Pada kategori ini, ada karyawan yang memiliki hasrat memotiviasi diri untuk selalu terus belajar pada hal baru. Maka tidak mengherankan ada seorang jurnalis yang tidak hanya pandai menulis, tetapi juga menguasai fotografi bahkan desain kreatif.
4). Fokus pada detil. Karyawan terbaik biasanya memiliki agenda kerja sendiri. Dia mencatat apa saja yang menjadi pekerjaannya, menyusun jadwal hari ini akan mengerjakan apa saja sembari memberi catatan kapan harus diselesaikan, dan tidak segan mengingatkan bos atau karyawan lain terkait agenda kerja.
5). Memiliki Sense of Belonging. Yang jarang ditemui adalah karyawan yang memiliki sense of belonging atau rasa memiliki terhadap perusahaan. Karyawan terbaik memikirkan kalau pekerjaannya bagus maka citra perusahaan bagus, sehingga akan banyak klien menaruh kepercayaan pada perusahaan. Bahkan rasa memiliki itu bisa diungkapkan dengan turut menjaga kebersihan dan kenyamanan kantor.
Setidaknya ada lima ciri karyawan yang secara subyektif saya jabarkan. Apakah ada karyawan seperti ini? Saya pastikan, ada banyak karyawan seperti itu atau bahkan lebih baik dari kelima ciri itu yang tersebar di banyak perusahaan. Kalau ada karyawan seperti itu, apa iya ada pengusaha yang rela karyawan seperti itu hengkang dari perusahaannya? Jawabannya ada!
Berikut adalah alasan mengapa karyawan terbaik pada akhirnya memutuskan untuk hengkang atau resign.
- Merasa Tidak Dihargai
Mungkin satu penyebab utama mengapa karyawan terbaik memilih untuk resign adalah karena merasa tidak dihargai oleh pemimpin. Pada umumnya manusia membutuhkan rasa untuk dihargai, minimal dihargai untuk keberadaannya. Kebutuhan ini tentu sangat melekat pada diri karyawan terbaik yang telah memberikan seluruh kemampuan dan karya terbaiknya untuk men-support perusahaan.
Menghargai tidak melulu bersifat materi, entah itu berupa hadiah atau uang. Cukup dengan ucapan terima kasih, atau senyuman, atau “hanya” tepukan bahu” rasanya sudah cukup memberi tanda bahwa pemimpin memberikan dukungan atas apa yang telah dicapai oleh si karyawan.
- Tidak Dipercaya
Sikap tidak dipercaya dari pemimpin akan menghancurkan diri karyawan. Ketika seorang pemimpin memutuskan seseorang untuk menjadi karyawan, maka pada detik itu juga ia sebenarnya telah memberikan kepercayaan. Kalau tidak percaya ya mending dari awal gak usah diterima. Nah, jika sikap tidak percaya itu ditunjukkan pemimpin kepada karyawan terbaik yang telah mengabdikan seluruh kemampuannya pada perusahaan, tentu hal itu sangat menyakitkan.
- Suasana Kerja yang Menjadi Tidak Menyenangkan
Poin ketiga ini bisa menjadi bagian dari poin pertama dan kedua. Suasana kantor yang tidak kondusif untuk bekerja, ditambah sikap bos yang kurang menghargai dan cenderung tidak memberi kepercayaan pada karyawan terbaik, membuat hari demi demi menjadi suram.
Saya coba kasih gambaran seperti ini. Contoh ngawur aj nih…Berdasarkan pandangan pribadi, angkatan kerja zaman sekarang cenderung tidak menghargai waktu dengan sering telat, di kantor banyak bermedia sosial atau ngerumpi soal hal-hal kekinian (artis, gosip, tren baju, dst.,), cepat panik kalau ada kerjaan mepet, tidak bisa bekerja di bawah tekanan, kesulitan saat dituntut bekerja multitasking, ketika ada kerjaan sikap mengeluh yang duluan keluar, dan cenderung berprinsip mendapat uang tanpa banyak bersusah payah. Pengalaman ini didapat ketika kantor saya mencoba menerima anak-anak muda yang usianya belasan tahun karena mereka nyambi kuliah.
Karyawan terbaik yang umumnya cukup senior di kantor tentu tidak bisa menerima budaya kerja seperti ini. Baginya, ini adalah suasana kerja yang tidak menyenangkan dan menghambat proses kerja yang ia jalani. Apalagi hasil pekerjaan yang mereka keluarkan tidak seberapa. Ini menjadi masalah besar jika karyawan terbaik mengetahui kalau budaya ini “direstui” oleh pemimpin.
Menghadapi masalah ini, sebenarnya sangat sederhana. Perusahaan harus punya budaya kerja yang menjadi patokan bagi bos dan semua karyawan yang bernaung di bawahnya. Jangan dibalik! Perusahaan jangan disetir oleh budaya luar, apalagi budaya yang dibawa oleh karyawan baru yang justru merusak budaya kerja yang sudah ada. Sebagai contoh, PT. Media Artha Pratama tempat saya bekerja telah menetapkan konsensus budaya kerja, yakni karyawan tidak peduli datang dari latar pendidikan apa asal memiliki kompetensi, mau belajar, mampu bekerja di bawah tekanan, bisa multitasking, memiliki kemampuan team work, dan berorientasi pada hasil. Jika karyawan atau calon karyawan tidak memenuhi unsur tersebut, mohon maaf yang bersangkutan dikeluarkan atau tidak diterima. Salah satu contoh konsekuensi dari penerapan budaya kerja tersebut adalah karyawan bisa saja datang siang atau bahkan tidak ngantor tetapi tiap hari memberikan laporan pekerjaan, selalu bisa dihubungi, dan pekerjaannya selesai dengan memuaskan.
- Perusahaan Mempromosikan Orang yang Salah
Promosi atau kenaikan jabatan yang tidak tepat sasaran juga bisa menjadi faktor penyebab hengkangnya karyawan terbaik. Bagaimana mungkin bisa diterima dengan baik kalau ada karyawan yang biasa-biasa saja mendapat promosi, sedangkan karyawan terbaik tidak. Bagaimana mungkin karyawan terbaik yang telah memberikan banyak pada perusahaan malah tidak mendapat timbal balik yang pantas dari perusaaan. Hal ini tentu membuat karyawan terbaik merasa kecewa dan memilih untuk resign.
- Gaji Tidak Sesuai
Manusia bekerja memang bukan untuk uang saja, tetapi dengan uang orang bisa hidup dengan layak. Karyawan terbaik dengan segala cirinya, tentunya berharap mendapat gaji atau penghasilan yang lebih dari mereka yang bekerja seadanya. Rasanya tidak adil jika gaji yang sama diberikan kepada karyawan yang hanya menghabiskan 8 jam di kantor dan diberikan juga kepada karyawan terbaik yang mengisi waktu 8 jam atau lebih dengan bekerja penuh.
Kembali bercermin pengalaman kerja saya sekarang, di akhir tahun selalu ada penyesuaian gaji bagi semua karyawan. Uniknya, penyesuaian tidak berlaku sama rata. Karyawan terbaik akan mendapat penambahan gaji paling tinggi, sedangkan karyawan yang tidak memberi kontribusi tidak diberikan kenaikan gaji. Selain itu, untuk karyawan terbaik yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, diberi tambahan penghasilan di samping gaji bulanan yang bisa diberi tiap bulan atau dikumpulkan selama setahun. Penghasilan tambahan tersebut bisa dihitung dari berbagai macam cara, tergantung kebijakan perusahaan.
Ini sekadar sharing dan catatan refleksi di akhir tahun. Dalam sebuah organisasi yang di dalamnya termasuk perusahaan harus tercipta sebuah keadilan. Adil tidak berarti sama rata atau berpihak pada yang mayoritas. Adil berarti adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara prestasi dan wanprestasi.
Sudah dulu yah, saya mau evaluasi dulu dengan bos. Mumpung awal tahun, mau tahu apa saja yang masih menjadi PR di tahun 2016 dan rencana dan target di tahun 2017. Semangaaattttttt…
Selamat Tahun Baru 2017!


